• Black
  • perak
  • Green
  • Blue
  • merah
  • Orange
  • Violet
  • Golden
  • Nombre de visites :
  • 85
  • 7/9/2017
  • Date :

Tata Cara Shalat Rasulullah Saw dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim dan Apakah Ada Perbedaannya dengan Firkah-firkah Islam

Pertanyaan: Apakah tata cara sholat yang benar sama sekali tidak terdapat dalam kitab Bukhari dan Muslim? Tolong paparkan hadist-hadist tentang tata cara sholat dalam Ahlul Bayt.

tata cara shalat rasulullah saw dalam kitab shahih bukhari dan shahih muslim

Jawaban 

Salat merupakan ibadah terpenting seorang Muslim yang telah banyak ditegaskan dalam al-Quran terkait dengan pelaksanaanya. Namun demikian, terkait dengan rincian tata cara salat tidak disebutkan dalam al-Quran dan penjabaran dari tata cara rincian salat itu diletakkan di pundak Rasulullah Saw. (Baca Juga: Bagaimana Membuat Anak Kita Rajin Shalat)

 

Ibadah ini, paling tidak, dikerjakan sebanyak lima kali sehari semalam. Karena merupakan ibadah harian tentu saja kaum Muslimin sedikit banyaknya tahu tentang salat dan tidak terdapat perbedaan yang berarti terkait dengan inti pelaksanaannya. Namun demikian, terdapat beberapa perbedaan partikular pada sebagian bagian-bagian salat di antara firkah-firkah Islam.

 

Riwayat-riwayat yang terkait dengan salat dan syarat-syaratnya dalam kumpulan riwayat Ahlusunnah; seperti Shahih Bukhari[1] dan Shahih Muslim[2] disebutkan secara terpisah dengan judul Kitâb al-Shalâh dan bagian-bagian lainnya yang saling berhubungan.

 

Sebagian Perbedaan Penting 

Terdapat sebagian perbedaan penting dalam pelaksanaan salat di antara firkah Islam sebagaimana berikut:

Berbeda dengan Syiah yang memandang wajib membaca bismillah pada awal pembacaan surah al-Fatiha dan juga mengeraskan bacaan itu pada salat-salat jahriyah (Subuh, Maghrib dan Isya) dan menilai mustahab (dianjurkan) pembacaannya pada salat-salat ikhfâti (Zhuhur dan Ashar), sementara  Ahlusunnah tidak memandang mustahab pembacaan ini dan sebagian dari mereka memandang boleh tidak membaca bismillah karena bismillah bukan bagian dari surah. (Baca Juga: Hukum Memendekkan Shalat (Qashar) menurut Fikih Syiah dan Ahlusunnah)

 

Syiah tidak memandang boleh ber-takattuf [3]

 

namun Ahlusunnah memandang mustahab seorang pelaku salat ber-takattuf ketika mengerjakan salat.

 

Masyhur ulama Syiah memandang wajib membaca satu surah sempurna setelah membaca surah al-Fatiha; berbeda dengan Ahlusunnah.

 

Ahlusunnah memandang mustahab membaca “amin” setelah usai membaca surah al-Fatihah namun Syiah memandangnya tidak boleh bahkan menilai membaca amin ini termasuk hal-hal yang membatalkan salat.

 

Imamiyah dan Hanbali memandang wajib membaca dzikir ruku namun firkah-firkah lainnya Ahlusunnah mustahab saja.

 

Imamiyah dan Hanbali memandang sujud itu wajib bagi tujuh anggota tubuh namun mazhab lainnya hanya meletakkan dahi di tanah itu yang wajib sementara meletakkan enam anggota sujud lainnya itu mustahab saja.

 

Imamiyah dan Hanbali memandang wajib tasyahud rakaat kedua pada salat-salat tiga rakaat dan empat rakaat namun mazhab lainnya hanya memandangnya mustahab dan tidak wajib.

 

Hanafi dan sebagian kecil firkah Imamiyah tidak memandang wajib salam pada salat namun mazhab lainnya wajib.[4]

 

Terdapat beberapa perbedaan lainnya pada salat dan pendahuluan serta syarat-syarat salat di antara firkah dan mazhab fikih Islam. Untuk mengetahuinya lebih jauh kami persilahkan untuk merujuk pada “al-Fiqh ‘ala al-Madzâhib al-Khamsah” dan “al-Fiqh ‘ala al-Madzâhib al-Arba’ah wa Madzhab Ahlulbait.”

 

Demikian juga silahkan menelaah tata cara pelaksanan salat dalam mazhab Ahlulbait (Imamiyah), Tata Cara Pelaksanaan Salat, 1906.

 

Referensi:

[1]. Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhâri, Muhammad Zuhair bin Nasir al-Nashir, jil. 1, hal. 201, jil. 2, hal. 79, Dar Thauq al-Najah, Cetakan Pertama, 1422 H.  

[2]. Muslim al-Hajjaj, Shahih Muslim, Muhammad Fuad Abdul Baqi, jil. 1 & 2, hal. 285 dan 630, Dar al-Ihya al-Turats al-‘Arabi Beirut.  

[3]. Takattuf yaitu bersedekap atau meletakkan tangan di atas dada pada waktu salat; Mirza Ali Misykini, Ishthilahât Fiqhi, hal. 164.  

[4]. Muhammad Jawad Mughniyah, al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Khamsah, jil. 1, 109-114, Beirut, Dar al-Tayyar al-Jadid, Dar al-Jawad, Cetakan Kesepuluh, 1421 H.

 

Sumber:
www.islamquest.net

 

 

  • Print

    Send to a friend

    Comment (0)