• Black
  • perak
  • Green
  • Blue
  • merah
  • Orange
  • Violet
  • Golden
  • Nombre de visites :
  • 53
  • 18/8/2017
  • Date :

Persamaan Hak antara Lelaki dan Perempuan

Islam sama sekali tidak menganggap berbeda antar apria  dan perempuan dari segi sebagai manusia, dan menganggap prinsip ini pada batasan yang tidak bisa disangkal dimana dalam ayat-ayat dan riwayat-riwayat sama sekali tidak perlu menegaskan persoalan ini dengan jelas. Oleh karena itu, dimana saja tampak didalam Al-Quran atau dalam hadis-hadis topik-topik yang ditujukan kepada manusia maka meliputi perempuan dan pria keduanya. Di era-era zaman itu persoalan ini diperbincangkan hingga bagi masyarakat-masyarakat yang berperadaban bahwa apakah perempuan secara prinsip adalah manusia ataukah bukan atau  separuh manusia. Namun bagi Islam persoalan ini sama sekali tidak dikemukakan. Dan ini adalah topik sampingan.

persamaan hak antara lelaki dan perempuan

Sekitar satu abad topik hak-hak manusia di tingkat dunia dikemukakan. Yang jelas, Islam sejak semula membahas hal ini dan menentukan serta menyetujui. Topik yang dikemukakan dalam hal ini yaitu hak-hak perempuan adalah hak-hak yang sebagian dikemukakan sebagai hak-hak manusia, dan antara perempuan dan pria adalah sama dan disini akan dijelaskan hak-hak yang paling penting: (Baca Juga: Feminisme dan Kesalahan Paradigma)

 

1. Hak Hidup dan Kehidupan

Manusia sebagai eksistensi yang hidup memiliki hak ini untuk melanjutkan kehidupannya dan seseorang tidak berhak tanpa izin aturan (undang-undang) dan   syariat merampas hak darinya.

 

2. Hak Kebebasan

Setiap manusia baik perempuan maupun pria diciptakan merdeka (bebas). Dan kebebasan ini diletakkan didalam fitrahnya. Seseorang juga tidak berhak menghilangkan kebebasan darinya kecuali mengganggu kebebasan orang lain atau mengganggu kemaslahatan dirinya dan masyarakat.

 

3. Hak Menggunakan Sumber-sumber Alam

Manusia hidup di dunia membutuhkan sesuatu-sesuatu yang khusus seperti air, udara, makanan, pakaian dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Dia harus bisa menggunakan makanan, air, udara, dan semisalnya. Sumber-sumber seperti tambang, hutan, dan lautan adalah milik masyarakat dan manusia tentunya berhak untuk memanfaatkannya. Tidak seorangpun yang berhak melarangnya. Kecuali penggunaan hak ini mengganggu hak-hak orang lain. Berkaitan dengan hak menetap juga demikian, oleh karena manusia memerlukan tempat tinggal, maka tentu untuk menyediakan tempat tinggal dia diperbolehkan untuk memilih kota kediaman dan tempat tinggal bagi dirinya dalam batasan negara atau kotanya atau setiap tempat yang  lain.

 

Yang pasti, sewajarnya semua hal-hal ini harus memiliki sistem dan aturan-aturan khusus yang merupakan suatu keharusan kehidupan bermasyarakat dan memenuhi kemaslahatan-kemaslahatan umum.

 

Dalam semua perkara-perkara ini pembahasannya adalah manusia dengan karakter insaniahnya dan sebagai prinsip-prinsip primer memiliki hak-hak seperti ini. Dan tentunya apabila secara pasti penggunaan hak-hak ini mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dan masyarakat, maka pasti  akan dibatasi. Misalnya jika seseorang mengganggu kehidupan orang lain atau membahayakan masyarakat maka tidak bisa dikatakan bahwa hak kehidupannya dihormati dan dijaga tetapi pada hakekatnya dirinya meniadakan hak ini dari dirinya sendiri. Dan hukum-hukum perdata yang tingkatannya setelah hak-hak kemanusiaan dan hak-hak asasi akan menjelaskan tugasnya. (Baca Juga: Hak Asasi; Alami dan Ikhtiyari)

 

4. Hak Kesehatan dan Pengobatan

Perempuan dan laki-laki sebagai manusia berhak menikmati lingkungan yang sehat untuk menjaga kehidupan dan kesehatan dirinya. Dan sesuatu yang mereka butuhkan untuk pengobatan dan menghilangkan penyakit hendaknya dalam kebebasannya. Dan ini adalah hak alamiah setiap manusia yang tidak seorangpun yang boleh melarangnya.

 

5. Hak Bekerja

Keharusan memenuhi kebutuhan-kebutuhan kehidupan adalah bekerja. Oleh karena itu perempuan dan pria berhak melakukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dirinya dan hasil pekerjaan setiap orang juga milik dirinya. Oleh karena itu, setiap orang yang bekerja bagi yang lain maka dia harus menerima upah yang sesuai dengan ukuran pekerjaannya terlepas dari tenaga kerja adalah perempuan atau pria, berkulit hitam atau putih. Karena setiap orang menghadapi pekerjaan yang dia lakukan berhak memperoleh upah. Tidak bisa dikatakan kepada seseorang karena kamu perempuan maka kamu harus menerima upah yang  lebih sedikit menhadapi pekerjaan yang sama. Islam sangat menentang  hal ini.

 

Menurut perspektif  Islam, apabila perempuan bekerja di rumah atau ditempat yang lain maka dia dibayar dengan upah seperti bayaran upah laki-laki. Dari sisi ini di dunia kita, para perempuan dizalimi. Karena sebagian besar dimanfaatkan dari kemiskinan para perempuan. Mereka mempekerjakan para perempuan dan sebagai ganti upah yang adil, mereka mengkhususkan upah yang lebih sedikit daripada upah para pria. Di Barat juga amat disesalkan persoalannya sangat umum, mereka menggunakan perempuan sebagai buruh dan pekerja murah. Maksud dari upah yang adil bukan upah yag sama. Setiap orang harus mengambil upah dengan kadar nilai pekerjaannya. Seorang pekerja perempuan mungkin juga bekerja dengan kadar pekerja pria atau bahkan lebih. Dia harus mengambil upah yang sebanding yaitu kewanitaan tidak boleh menjadi standart tetapi pekerjaan itu sendiri, syarat-syarat dan efisiensi adalah dasarnya.

 

Pada kondisi saat ini, setiap tahunnya kita mempunyai ratusan ribu tamatan universitas dalam jurusan-jurusan yang bermacam-macam yang sebagian mereka adalah para perempuan. Dan kebanyakan cenderung bekerja. Para Aparatur juga dengan dalih persamaan hak-hak perempuan dan laki-laki dan bahwa para perempuan merasa cukup dengan upah yang lebih sedikit dan merasa lebih patuh terhadap para pemimpin usaha maka mereka lebih memilih mereka dari pada para pemuda pengangguran. Karena kita menghadapi persoalan pekerjaan, setiap hari jumlah para pemuda pengangguran kian bertambah. Dan para pemudi juga tidak siap menikah dengan para pemuda pengangguran. Semakin hari jumlah pemudi dan pemuda yang tidak mampu menikah kian bertambah, pernikahan di usia tua kian meningkat dan sangat banyak dari mereka secara umum tercegah dari menikah, membentuk keluarga dan mendidik anak-anak. Mereka terpaksa hidup melajang sampai akhir hayatnya. Hidup melajang juga sangat sulit dan akan bersama puluhan akibat-akibat yang jelek. Dengan kondisi yang ada fondasi keluarga sangat terancam. Para aparat harus berfikir dalam menyelesaikan problem ini, para perempuan juga dalam pendidikan universitas dan bekerja   dalam tempat-tempat pekerjaan untuk tidak lalai menikah pada saatnya dan bentuk keluarga. Dan dalam kaitannya dengan ini, hendaknya bekerjasama dan jika tidak, mereka akan menyesal.

 

6. Hak kepemilikan dan Penggunaan Hartanya Sendiri

Setiap manusia di saat bekerja, dirinya mejadi pemilik hasil pekerjaannya. Hasil ini tidak ada sangkutannya dengan orang lain. Misalnya apabila seorang perempuan bekerja, dan suaminya atau ayahnya mengambil hasil kerjaanya, ini adalah kezaliman. Yang pasti, jika dirinya ingin membelanjakan dalam kehidupan bersama maka tidak masalah. Namun karena harta adalah miliknya, dan setiap jalan yang halal di peroleh, baik melalui pekerjaan atau warisan atau pemberian dan semisalnya, bagaimanapun juga hak menggunakan harta tersebut dalam otoritasnya. Dan kewanitaan sama sekali tidak menyebabkan batasan dalam hak kepemilikan dan hak penggunaan dalam hartanya.

 

Apabila perempuan mendapatkan harta dan ingin memberikannya kepada seseorang atau ingin menjadikannya perdagangann (bisnis) atau menyimpannya atau memberikannya di jalan Allah, dalam semua hal ini dia bebas. Namun mereka baik perempuan maupun laki-laki tidak berhak melakukan sebagian penggunaan-penggunaan harta walaupun dalam harta mereka sendiri misalnya seseorang yang ingin membakar hartanya atau  menggunakanya di jalan yang haram dan mengunakannya dalam jalan yang berbahaya bagi kondisi masyarakat, penggunaan-penggunaan seperti ini dilarang dan tidak ada perbedaan antara perempuan dan pria.

 

7. Hak Keamanan

Manusia yang ingin hidup dimasyarakat baik perempuan maupun laki-laki membutuhkan keamanan. Yaitu harus ada lingkungan dimana jiwa, harta, reputasi, dalam keadaan aman dan tidak ada orang yang mengganggu hak-hak, urusan-urusan, dan kebebasan-kebebasan yang halal.

 

Kebutuhan ini bagi perempuan harus dipenuhi baik dirumah suami maupun  disetiap komunitas. Dan apabila keamanannya bisa dilanggar, maka dia berhak untuk menghubungi pengadilan-pengadilan yang baik untuk mengambil hak-haknya. Dan jika dalam masyarakat tidak muncul desak-desakan, hiruk pikuk dan anarki, maka dia bisa langsung membela dirinya dan mengambil haknya. Perempuan juga bisa mengadu, bisa melanjutkan pengaduannya ke tingkat penuntut hukum, mengambil pengacara, dirinya berbicara dipengadilan, membela dirinya. Apabila dia bepergian atau urusan-urusan lainnya yang penting, dia bisa melakukannya.

 

Di samping itu, Islam tidak menafikan hak alami ini. Kita melihat perjalanan hidup para perempuan pada permulaan Islam khususnya sejarah Sayyidah Fatimah as, juga ditegaskan oleh Islam. Sayyidah Fatimah as untuk mengambil haknya melakukann pembelaan, berpidato, dan berargumentasi di Masjid Nabi, beliau berkata di hadapan kumpulan yang sangat banyak dan masyarakat meminta keterangan para pejabat mengapa mereka mengambil haknya. Ini merupakan persoalan-persoalan yang jelas yang bisa dilihat dalam Islam. Bukannya perempuan mengatakan: saya malu, atau orang-orang yang lain berkata: Jelek apabila perempuan mengambil hak darinya! Mengapa jelek?! Orang-orang lain harus membantu dalam hal ini, sehingga para perempuan lebih baik dan lebih mudah untuk bisa merealisasikan haknya.

 

8. Hak Membuat Undang-undang dan Hidup dalam naungan Hukum.

Adanya undang-undang (Hukum) merupakan salah satu keharusan kehidupan sosial manusia. Perempuan dan pria berhak untuk ikut andil dalam pembuatan hukum, dan tentunya mereka berhak hidup dalam naungan hukum, dan menggunakan keistimewaan-keistimewaannya. Tidak seorangpun yang dibedakan dalam dimensi ini, dan misalnya melarang seseorang karena kewanitaannya dari   perlindungan hukum.

 

9. Hak Ikut Serta Dalam Pemerintahan

Prinsip kebutuhan komunitas terhadap pemerintahan adalah hal yang pasti. Dan keharusan pelaksanaan hukum adalah pemerintahan bertanggung jawab mengurus sistem masyarakat. Perempuan dan laki-laki keduanya sebagai penduduk berhak ikut serta dalam menentukan nasib   pemerintahan dan bisa ikut andil dalam pemerintahan. Tentunya hadir dalam pendahuluan-pendahuluan pekerjaan ini juga hak semuanya. Menciptakan organisasi-organisasi, golongan dan politik, ikut dalam partai dan kelompok-kelompok, hadir dalam pemilihan umum, dan setiap bentuk aktifitas politik adalah bagian hak-hak masyarakat dan diantaranya adalah para perempuan.

 

Para perempuan bisa membuat organisasi-organisasi, dan membela hak-hak dirinya, negaranya, hak-hak laki-laki dan perempuan. Mereka tidak boleh hanya memikirkan urusan-urusan diri mereka sendiri, tetapi juga harus memikirkan hak-hak orang-orang yang dizalimi. Jika mereka memikirkan hal ini, maka mereka sangat akan lebih sukses. Hendaknya pertentangan dan pemisahan yang tak berguna antara perempuan dan laki-laki tidak diperburuk. Para perempuan harus beraktifitas dengan menjaga neraca-neraca syariat dan aturan-aturan hukum untuk semua komunitas dan semua manusia.

 

10. Hak Milik Pasangan

Sebagaimana halnya laki-laki berhak untuk menikah, perempuan juga disaat sampai pada usia menikah berhak memilih suami untuk dirinya. Perempuan bebas dalam memilih suami. Seseorang tidak bisa memaksanya untuk menikah atau tidak menikah. Tidak seorangpun yang bisa memaksa gadis atau perempuan untuk menikah dengan laki-laki tertentu. Tidak ayah, tidak tidak pula ibu, tidak keluarga dan tidak seorangpun yang berhak memaksanyauntuk menikah terpaksa. Manusia sangat bebas dalam memilih pasangan dan tidak seorangpun yang berhak memaksa.

 

11. Hak Memiliki dan Mendidik Anak

Memiliki anak adalah kebutuhan dan hak alami dan manusia beranggapan bahwa adanya anak adalah kelanjutan kelanggengan dirinya. Sebagaimana halnya pria berhak memiliki anak, perempuan juga berhak mempunyai anak. Yaitu apabila seorang laki-laki berkata pada istrinya bahwa saya sama sekali tidak ingin mempunyai anak, dari sisi dirinya dia bisa berkata. Namun hak istri disini tidak boleh dipandang sebelah mata. Oleh karena itu, hukum-hukum perdata harus menjaga hak-hak keduanya. Dalam kaitannya dengan pendidikan juga setiap perempuan atau laki-laki berhak untuk mendidik anak-anaknya sesuai keinginan hatinya. Ini merupakan keinginan alami dan perasaan yang ada dalam setiap perempuan dan laki-laki, dimana ini juga menuntut pembahasab yang jelas dalam batasan hak-hak keluarga.

 

12. Hak Berfikir Dan Berakidah

Perempuan adalah berakal. Pria juga berkal. Yaitu memiliki akal dan berfikir merupakan ciri-ciri keduanya. Pada saat Allah memberikan nikmat ini kepada seseorang, dia juga berhak menggunakan nikmat ini dan berfikir, wajar bila manusia setelah mencari pemikiran-pemikiran, sampai pada suatu akidah. Akidah ini berkaitan dengan persoalan-persoalan spiritual dan ukhrawi dan semacamnya atau berhubungan dengan persoalan-persoalan sosial dan duniawi. Bagaimanapun juga akidah manusia dihormati melalui setiap jalan yang diperolehnya. Ya, orang-orang lain bisa memberikan saran padanya dan mereka memintanya supaya meninjau kembali akidahnya. Mereka mengkaji bersamanya dan membatalkan akidahnya.

 

Namun mereka tidak bisa mengatakan mengapa engkau mempunyai akidah ini? Misalnya seseorang menerima (adanya) Tuhan, yang lain mengatakan “Mengapa engkau menerima (adanya) Tuhan?” atau seseorang berfikir dan sampai sekarang tidak bisa memahami keberadaan Tuhan. Tidak bisa dia ditekan, diadili dan dimasukkan ke dalam penjara, “Mengapa engkau tidak bisa menemukan akidah?” Bagus dia tidak bisa menemukan. Mereka bisa berargumen padanya, mengarahkannya dan berkata, “Berfikirlah seperti ini, sehingga akidahmu menjadi benar.” Namun apabila pada akhirnya dia berkata: “Saya tidak menjangkau apa yang kalian katakan.” Tidak bisa dia divonis hanya karena tidak sampai pada keyakinan atau ragu dalam hal itu.

 

Di sini perlu ditegaskan bahwa sebagian menentang hukum Islam berkenaan dengan murtad. Dan mereka menganggapnya bertentangan dengan kebebasan berakidah sebagai salah satu hak-hak alami manusia, dan mereka mengatakan: apabila seorang muslim dengan setiap argumen menanyakan kebenaran agama atau salah satu hal yang pokok agama dan dia tidak bisa menerimanya, mengapa kalian menghilangkan hak hidup darinya? Secara global harus dikatakan bahwa persoalan ini tidak berhubungan dengan hak-hak alami tetapi kembali kepada hak-hak sosial dan politik manusia. Sebagaimana individu mempunyai hak, masyarakat juga mempunyai hak yang harus dijaga. Misalnya terkadang dalam permulaan Islam sebagian orang-orang kafir memerintahkan kepada teman-temannya supaya “Pada mulanya terimalah Islam. Dan setelah kalian dikenal sebagai muslim maka bencilah terhadap Islam dan hapuskanlah.” Ini merupakan tipu daya untuk menggoncangkan pilar-pilar keimanan muslimin dan menghantam kumpulan kaum muslimin. Salah satu motif hukum ini adalah sisi ini.

 

Seseorang yang menemukan akidah maka baginya kehormatan. Perempuan dan laki-laki juga tidak ada perbeadaan. Namun jika dia melebihi batas mempunyai akidah dan sampai mengutarakan akidahnya yaitu apabila dipastikan seseorang dengan pernyataan akidah pribadinya membahayakan akidah orang-orang lain yang mana akidah mereka juga terhormat, maka di sini hak-hak dan hukum-hukum sosial harus menentukan batasan kebebasan, dan tentunya akan menuntut batasan-batasan dan ketentuan-ketentuan khusus.

 

Semua hak-hak manusia memiliki ciri ini, dimana pada saat hak-hak ini sampai kepada tingkat identitas sosial, maka mau tidak mau akan menghadapi benturan-benturan yang mana benturan-benturan ini tidak memperkenankan hak-hak ini terwujud dengan bentuk yang sederhana, tetapi membutuhkan model-model dan saluran-saluran tertentu. Dan jiwa prinsip-prinsip ini harus ditiupkan dengan menjaga kemaslahatan-kemaslahatan umum dalam bentuk undang-undang dasar dan hukum-hukum perdata sehingga dalam naungan undang-undang ini semua bisa menikmati lebih banyak hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang boleh dan kebebasan seseorang tidak meniadakan kebebasan orang lain. Diantara keharusan-keharusan kebebarasan akidah adalah apabila seseorang dengan tuntutan akidah agamanya harus melaksanakan acara-acara dan ritual-ritual tertentu, maka ini adalah haknya dan tidak seorangpun yang boleh melarang dan mengganggunya.

 

13. Hak Menuntut Ilmu

Salah satu hak-hak kemanusiaan adalah menuntut ilmu yang sebelumnya telah kita bahas secara terperinci dan kami telah kemukakan bahwa perempuan bebas dalam menuntut ilmu dan tidak perlu mengulangi pembahasan-pembahasan tersebut.

 

14. Hak Kesempurnaan Jiwa dan Spiritual

Mengingat bahwa manusia memiliki potensi dan kapasitas kesempurnaan rohani dan perkembangan rasio, bagi perempuan dan laki-laki mempunyai hak untuk berusaha memperoleh kedudukan tinggi spiritual dan memperoleh ketinggian ruh dan kesempurnaan jiwa dan tidak seorangpun yang berhak mencegah hal ini. Ini semua ringkasan hak-hak yang dimiliki oleh perempuan sebagai manusia. Semua harus menerima hak-hak ini dan hendaknya tidak menghalangi tetapi mereka harus bersama dan saling membantu untuk mempertahankan hak-hak tersebut yaitu pemerintah dan juga yang lainnya yang menjamin hak ini dan mereka harus menyediakan media mencapai hak ini bagi para perempuan.

 

Sumber:
www.studisyiah.com

 

 

  • Print

    Send to a friend

    Comment (0)