Menjaga dan Melestarikan Fuqaha sebagai Benteng Islam
“Janganlah kalian berfikir karena sekarang kita telah ikut campur ke dalam dunia politik, maka dunia ke-fuqaha-an tidak kita perhatikan lagi.” – Imam Khomeini.
Hauzah-hauzah haruslah menjadi hauzah fuqaha. Hauzah-hauzah fuqaha inilah yang telah menjaga Islam lebih dari seribu tahun. Berjalan sejak zaman dahulu yaitu dari zaman Aimmah al-Huda, hingga zaman kita sekarang. Sebuah perjalanan yang dimiliki oleh ulama kita dan itu adalah penjagaan fuqaha. Janganlah kalian berfikir karena sekarang kita telah ikut campur ke dalam dunia politik, maka dunia ke-fuqaha-an tidak kita perhatikan lagi. (Baca Juga: Peran sebuah lembaga yang memperkenalkan mujtahid dan wali fakih)
Tidak, Hauzah ke-fuqaha-an dengan fikih mereka haruslah sesuai dengan aturan dan sistemnya yang tradisional. Sama sekali tidak boleh dihapus! Dengan sistem belajar tradisional itu, fikih dan mukadimah fikih telah terjaga dengan kuat. Para imam jama’ah telah menjaga mesjid dan bimbingan mereka haruslah terus terjaga.
Pada waktu yang sama mereka harus memperhatikan keadaan negara mereka sebagaimana para saudagar menjaga pasar mereka, tapi dengan kehati-hatian. Jangan sampai, na’uzubillah, kita membelakangi fundamen yang mana merupakan dasar penjaga Islam sehingga hauzah kurang memperhatikan ke-fuqaha-an. Fuqaha inilah yang menjadi benteng Islam. Hauzah-hauzah harus memperhatikan fikih dan kefakihan lebih besar dari yang lain. Apabila hauzah-hauzah kefakihan, na’uzubillah, hilang atau terhapuskan, maka hubungan kita antara fuqaha dengan masyarakat akan terputus. Hauzah kefakihan inilah yang menjaga hubungan kita.
Apabila ada seseorang datang di hauzah, misalnya dengan memberikan pandangan bahwa fikih tidak perlu dengan panjang dan detail, dan Fulan membawakan sesuatu yang lain. Apa boleh buat, mereka ini salah atau sedang menjalankan misi. (Baca Juga: Fikih, Poros Mata Pelajaran Hauzah Ilmiah)
Fikih dengan kekuatannya yang perdana haruslah tetap ada. Hauzah kefakihan juga memiliki ke-fuqaha-an yang harus tetap ada pula. Kita juga harus memiliki suatu masyarakat yang rasional dan berpendidikan di berbagai bidang ilmu, ulama akhlak di hauzah yang mendakwahkan ilmu akhlak kepada masyarakat, ulama dan ahli ilmu serta ahli maknawiyat dan ‘irfan yang mendakwahkan permasalahan dan pekerjaan mereka kepada masyarakat. Tapi kefakihan yang merupakan dasar tetap pada tempatnya dan haruslah begitu.
Masjid-masjid harus dengan kuat dipegang dan terjaga. Jangan berhati lembut terhadap antek-antek luar yang menyebar di antara masyarakat. Ketika kita aktif di dalam bidang politik dan pada kejadian-kejadian yang terjadi, maka kalian haruslah selalu memperhatikan.
Pentingnya Menjaga Islam dengan Menjaga Kefakihan
Jangan kalian berfikir bahwa sekarang kita tidak memerlukan lagi ulama. Sampai akhir nanti kita akan selalu memerlukan ulama dan Islam. Kalau ulama ini tidak ada, maka Islam akan sirna. Merekalah pakar Islam dan penjaga Islam hingga sekarang. Maka mereka harus ada untuk penjagaan Islam. Islam tidak akan terjaga oleh rushanfikr (intelektual).
Rushanfakir-lah yang mempermainkan ayat-ayat AI-Quran yang jelas. Islam bersama kalian, bersama dengan tingkatan ini. Sehingga sampai di sini dan kalian harus berusaha dengan keras untuk menjadikan fakih, menjadikan mullah (ruhaniawan). Fakih dalam semua hal. Tidak ada ruginya menjadi seorang fakih. Ikut serta juga dalam urusan muslimin pun sama sekali tidak ada ruginya.
Tapi para pemuda haruslah berusaha untuk belajar. Hauzah-hauzah kefakihan haruslah maksimal dan lebih lagi para marja’ harus lebih banyak lagi memberikan dukungan, juga para pengajar harus lebih besar lagi memberikan dukungannya. Hauzah kefakihan, sebagaimana makna yang ada hingga sekarang haruslah dijaga.
Apabila tidak dijaga, esok masyarakat tidak akan menerima kalian lagi. Masyarakat tidak memerlukan mu’aman (orang yang bersorban), masyarakat menginginkan ‘alim (orang yang berilmu), meskipun (mu’aman) merupakan tanda ilmu.
Apabila suatu waktu, na’uzubillah, hauzah ilmiyah terhenti dalam belajar, terhenti dalam memperkuat kefakihan, ketahuilah, ini merupakan pengkhianatan yang besar terhadap Islam. Sekalipun mereka berfikir untuk memperkuat, tapi kita tak harus kuat berusaha belajar kefakihan. Ini adalah fikiran setan, keberhasilan misi seperti Amerika untuk waktu panjang.
Kalian hauzah kefakihan, kalian saudara-saudara Khurasan, saudara-saudara Qum, saudara-saudara Tabriz, berbagai tempat, semua tempat yang ada hauzah ilmiyah, apabila tidak memperkuat fikih yang sekarang ada, fikih tradisional, apabila tidak memberikan fikih kepada masyarakat, ulama tidak memberikannya kepada masyarakat, maka tidak akan lebih setengah abad Islam tidak akan diketahui kecuali namanya.
Fuqaha-lah yang memperkenalkan kita kepada Islam dan bersusah- payah mengajar, menulis fikih Islam, dan mentransferkannya kepada kita. Kita haruslah mempertahankan sisi ini. Ini merupakan taklif IIahi syar’i[3] di mana hauzah harus diperkuat dan tentu saja di antara hauzah ada orang-orang yang berpartisipasi dalam permasalahan kemasyarakatan dan politik.
Dan ini pun keharusan. Tapi kalau kita lupa dimana kita tidak harus lagi menangani kefakihan, kelupaan ini akan terjadi sebab, nauzubillah, sirnanya Islam setelah beberapa waktu. Hapuslah pondok dengan kekuatannya. Padahal setiap hari kekuatannya harus lebih lagi. Sekarang mereka berjalan dengan masalah yang lain, sekarang mereka mempermasalahkan sorban kalian, sekarang mereka telah terkubur, sekarang kalian harus menjaga diri.
Islam adalah menjaga kefakihan, Islam semuanya ada di buku-buku itu. Dengan menjaga kefakihan, dengan menjaga kitab-kitab ini, dengan menulis, dengan mendiskusikannya, dengan membangun hauzah, dengan menjaga semua ilmu-ilmu Islam, kitab-kitab yang telah sirna, kitab-kitab yang dibuka dalam pembahasan, maka ia merupakan benteng pertahanan yang kuat untuk menjaga Islam hingga kini.
Kita harus menjaganya sebagaimana ia datang dan sampai ke tangan kita, sehingga kita dapat mentransfernya kepada generasi mendatang, Insya Allah. Semua itu kita berikan kepadagenerasi selanjutnya dan seterusnya hingga datangnya shabib-nya: Shahibaz-Zaman. (Imam Khomeini)
Referensi:
Buku “Pesan Sang Imam (bagian1)”, disusun oleh : Yayasan Al-Jawad
Sumber:
www.syiahmenjawab.com