• Black
  • perak
  • Green
  • Blue
  • merah
  • Orange
  • Violet
  • Golden
  • Nombre de visites :
  • 63
  • 8/7/2017
  • Date :

Falsafah Menangisi Imam Husein as

Menangisi Imam Husain mengandung unsur politik, karena dengan berkumpulnya dan menyatukan barisan menuju satu tujuan bisa menggalang persatuan dan kekuatan yang kuat. Dengan itu juga demi menjaga revolusi Imam Husain, agar senantiasa hidup dan membangkitkan masyarakat melakukan revolusi menentang ketidakadilan.

falsafah menangisi imam husein as

Islam sejak mula senantiasa terkoyak oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Umat Islam pasca Rasulullah wafat mulai terpecah dan siap menghancurkn Islam dari dalam. Kalau menghadapi musuh dari luar, yang memiliki pasukan yang kuat dan persenjataan yang lengkap kaum muslimin senantiasa dikaruniai kemenangan, akan tetapi ketika harus menghadapi musuh dalam selimut, orang-orang yang mengaku muslim tapi berhati busuk, luarnya baik-baik padahal dalamnya munafik, menjadi tidak berdaya dan mendadak lumpuh. Akhirnya kehancuran Islam dimana-mana, bid`ah merajalela wasiat Rasul di abaikan dan umat pun tersesat dalam hutan belantara menakutkan. Alangkah banyaknya penyimpangan-penyimpangan itu, dan kita bahas satu saja yaitu bulan Muharram. (Baca Juga: Rasionalitas Gerakan Imam Husain as)

 

Bulan Muharram dimata masyarakat Jahiliyyah memiliki nilai lebih, dan mereka pun menghormatinya. Ketika Islam datang lebih di mulyakan lagi. Akan tetapi Kaum muslimin berbeda pendapat dalam menyikapi bulan Muharram ini:

 

Ada yang menyambutnya dengan rasa syukur dan gembira, karena beranggapan bahwa bulan Muharram adalah sebuah bulan pertama dari tahun baru. Maka selayaknyalah tahun baru itu disambut dengan rasa gembira dan pestapora, Harus menyambutnya dengan penuh rasa syukur karena Allah yang maha Kuasa telah memberikan nikmat yang amat besar dengan memanjangkan umur. Juga keberhasilan para Nabi kebanyakan pada bulan Muharram ini. Misalkan keluarnya Nabi Yunus dari perut ikan paus,dan selamatnya Nabi yusuf, dan lain-lain. Itu anggapan sebagian kaum Muslimin.

 

Ada juga mereka yang menyambut bulan Muharram ini dengan tangisan dan kesedihan, kebalikan dengan yang pertama. Mereka menyambut bulan muharram dengan bersedih terutama dari tanggal satu sampai tanggal sepuluh. Setiap malam mengadakan Majlisil `ajja (majlis tangisan dan kesedihan).

 

Mereka menamakan hari kesepuluh dengan`Asyura (kalau dalam masyarakat jawa bulan Muharram disebut juga bulan Suro, kalau di sunda Sura mungkin ada kaitannya dengan penamaan ini.)

 

Alasan mereka adalah karena dalam bulan ini adalah bulan kesedihan nabi Muhammad dan keluarganya, dimana cucu tecinta nabi dibantai. Penghulu pemuda ahli surga di bunuh, darahya tertumpah, yaitu Imam Husain as. (Baca Juga: Imam Husein Asy-Syahid, Penghulu Para Syahid)

 

Mereka ingin menunjukan rasa cinta mereka, mengekpresikan cinta mereka dengan ikut bersedih dan berbela sungkawa dengan Nabi.

 

Tapi sikap manakah yang betul, sikap gembira karena menyambut tahun baru atau bersedih dengan kesedihan Nabi dan Ahlil Baitnya?

 

Kalau kita menggunakan aqal sehat dan berpikir secara rasional, tentunya kita sebagai umatnya Rasulullah, mestinya ikut bersedih dan merasakan apa yang dirasakan oleh Rosulullah dan berusaha menyatukan diri dengan diri Rasul, karena seorang pecinta dengan yang dicintainya seakan tidak bisa dipisahkan. Kesedihan dirasakan bersama dan kegembiraan pun mereka rasakan berdua. Sebagaimana Uwais al Qorni yang hidup di zaman Nabi tapi tidak pernah bertemu nabi, namun beliau mencintai Rosulullah melebihi para sahabat yang dekat dan Rasulullah Saw. Pada perang Uhud gigi Rasul patah terkena panah dan anehnya gigi Uwais pun patah juga padahal waktu itu Uwais berada di Yaman. Itulah kesatuan pecinta dan yang dicintainya, cinta kepada Rosulullah yang sebenarnya. Salahkah mereka yang mengekpresikan kecintaan mereka dengan menangisi Al Husain ?

 

Falsafah Menangisi Imam Husein as

Aimmah, mereka adalah gudang ilmunya Allah, pemegang rahasia-rahasia Allah, penerjemah wahyu-wahyu Allah. Sebagaimana yang tercantum dalam Doa ziaroh Jami`ah yang diriwayatkan langsung dari Imam Mahdi af.

 

Semua pergerakan mereka tidak pernah lepas dari hikmah dan ajaran yang sangat berarti bagi kita sebagai syi`ahnya. Aimmah mengajarkan kepada kita supaya menangisi Al Husain itu pasti mengandung hikmah yang tidak sembarangan orang bisa menyingkapnya,

 

1.Pandangan Syahiid Murtadho Muthohari

Beragam ekspresi dan sikap masyarakat dunia dalam menyikapi dan memperingati wafat para pemimpin dan para palawannya.

 

Syahiid Muthohari mengkritik pengarang buku yang bernama Muhammad Mas`ud ,yang membandingkan antara sikap orang kristen yang memperingati wafatnya Nabi Isa as dengan pesta pora dan rasa gembira dan itu katanya adalah tanda dari masyarakat yang maju. masyarakat yang kuat, dan masyarakat yang puya visi jauh kedepan. Sedangkan mereka orang-orang Syi`ah yang menyambut syahadahnya Imam Husain dengan ratapan dan tangisan adalah masyarakat yang cengeng, masyarakat yang putus asa dan tidak punya harapan

 

Syahiid Muthohhari membantah pandangan Muhammad Mas`ud ini dengan mengatakan :Sikap orang kristen adalah tanda dari jiwa-jiwa egois, sedangkan sikap Syi`ah adalah ciri orang-orang yang memiliki jiwa sosial.

 

Orang-orang yang mengatakan bahwa tangisan identik dengan kelemahan adalah karena mereka tidak mengetahui arti penting dari perjuangan Imam Husain as.

 

Kemudian beliau menambahkan :Tangisan adalah media untuk lebih mendekatkan diri dengan orang yang kita cintai, yaitu mengeluarkan ego dan mendidik diri untuk lebih empati terhadap orang lain. Sedangkan tertawa adalah tanda orang-orang yang mengutamakan hawa nafsunya, sikap orang-orang yang selalu bersenang-senang dan tanda dari jiwa yang keras

 

Dengan melihat penjelasan ini, Aimmah senantiasa menganjurkan untuk mengadakan ma`tam setiap tahun, karena demi melembutkan hati dan lebih mengakrabkan diri dengan mereka. Syahiid Muthohari melanjutkan :Menangisi Al Husain adalah demi menjaga agar `atifiyah (perasaan) ini senantiasa ada,.selalu hidup, tidak melemah apalagi hilang, Dari sini kita bisa fahami wasiat mereka agar selalu menangisi Imam Husain as

 

2.Pandangan Imam khumaini

- Unsur Politik

Menangisi Imam Husain ataupun berpura-pura menangis saja akan dapat pahala, itu sudah jelas. Dan Imam khumaini dalam bukunya banyak membahas hikmah yang terpendam itu. Beliau mengatakan: ”Menangisi Imam Husain mengandung unsur politik, karena dengan berkumpulnya dan menyatukan barisan menuju satu tujuan bisa menggalang persatuan dan kekuatan yang kuat. Dengan itu juga demi menjaga revolusi Imam Husain, agar senantiasa hidup dan membangkitkan masyarakat melakukan revolusi menentang ketidakadilan.

 

Imam Baqir menyuruh pengikutnya agar melakukan Majlisil `Ajja Pada musim haji, sebelum beliau wafat adalah demi tujuan ini, begitu juga ratapan Imam Ali Zainal `Abidin dalam do`a-do`anya adalah cara eksplisit untuk revolusi, demikianlah pandangan Aimmah as.

 

- Untuk keabadian dan Perkembangan Syi` ah

Ma`tam atau majlis tangisan sudah ada sejak empat puluh harinya Imam Husain yang dilakkukan oleh bidadari-bidadari syahara karbala yaitu Sayyidah Zainab dan yang lainnya, merekalah yang mempromosikan dan menyebarkan syahadahnya Imam Husain. Dengan Ma`tamnya mereka, masyarakat Madinah mulai tahu dan bergabung dengan mereka. Dan majlisil `Ajja mereka pun semakin bertambah dari tahun ketahun.

 

Dimana pun di belahan dunia ini, mereka yang mengadakan `Matam semakin bertambah dan bersemangat, karena majlis ini adalah media dakwah dalam menyebakan kebenaran sejarah Islam yang sudah diputar balikkan, dengan demikian masyarkat Syi`ah semakin tersebar dan pengikutnya pun semakin bertambah dimana-mana.

 

Imam Khumaini memberikan gambaran :Kita harus mengetahui rahasia kenapa Syi`ah selalu ada dan semakin kuat (padahal asalnya mereka itu adalah masyarakat minoritas ). Kunci dan rahasia terbesar adalah karena Majlis `ajja Imam Husain, dan kita harus senantiasa menjaga rahasia ini. Harus memiliki perhatian lebih dalam mengikuti acara-acara seperti ini, sebagaimana Aimmah sudah membuktikan dalam sejarah.

 

Demikian, sedikit hikmah yang bisa diungkap dari tangisan dan ratapan terhadap para syuhada karbala. Bukan tanda generasi cengeng, tapi generasi yang menghargai jasa pahlawan dan menanamkan kuat jiwa kepahlawanan mereka dalam dada, agar terus membara. Ratapan dan tangisan tidak selalu identik dengan kelemahan, tapi terkadang tangisan adalah sebuah kekuatan maha dahsyat, yang siap menjebol benteng kebatilan dan menara gading ketidak adilan. Tentunya tangisan yang berfalsafah dan mengakar kuat dalam jiwa, bukan tangisan karena hal sepele apalagi keduniawian. fal `iyadzubillah.

 

Sumber:
www.daruttaqrib.com
www.id.al-shia.org

 

  • Print

    Send to a friend

    Comment (0)