Ustadz Syahhat Muhammad Anwar
Dengan menghafal Al Quran aku menemukan sebuah kebahagiaan yang tak terlukiskan. Khususnya setelah saya dapat menyelesaikan hafalan Al Quran dan ketika sedang mempelajari Tajwid.
a.Biografi
Ustadz Syahhat Muhammad Anwar, qari` di masjid Imam Rafahi, dilahirkan pada tanggal 1 Januari 1950 di desa Kufrul Wazir yang terletak di propinsi Quhliyah. Ia dilahirkan di sebuah keluarga kecil. Belum berusia 3 bulan, ayahnya sudah harus meninggalkannya untuk selamanya. Akhirnya, ibunya membawanya ke rumah orang tuanya untuk berdomisili di sana sehingga Syahhat kecil hidup bersama paman-pamannya dari pihak ibu. Hal ini karena mereka sangat menyayanginya sebagaimana anak mereka sendiri.
Setelah sedikit dewasa, ia mulai belajar menghafal Al Quran. Dan karena ia besar di dalam sebuah rumah yang mencintai Al Quran, ia dapat menghafalkan Al Quran dalam usia 8 tahun di bawah bimbingan pamannya sendiri yang bernama Ustadz Hilmi Muhammad Mushtafa.
Pada usia 10 tahun, pamannya membawanya ke desa Kufrul Maqam untuk belajar Tajwid di bawah bimbingan Ustadz Sayid Ahmad Fararihi yang sejak saat itu ia menjadi pembimbingnya. Ia siap membimbing Syahhat kecil karena ia memiliki kemampuan untuk menjadi qari` terkenal di dunia.
Ustadz Syahhat bercerita: “Pada masa itu, dengan menghafal Al Quran aku menemukan sebuah kebahagiaan yang tak terlukiskan. Khususnya setelah saya dapat menyelesaikan hafalan Al Quran dan ketika sedang mempelajari Tajwid. Karena aku memiliki suara yang bagus dan gaya qira`ahku seperti gaya para qari` kaliber dunia, aku lebih cepat dapat menyelesaikan pelajaranku dan aku disebut “ustadz kecil” oleh teman-temanku sekelas. Teman-temanku sekelas di “Al-Maktab” selalu menunggu kesempatan supaya Ustadz sibuk dengan sebuah pekerjaan di luar “Al-Maktab”. Dan ketika kesempatan itu tiba, mereka meminta dariku untuk membaca Al Quran di hadapan mereka dengan Tajwid. Mereka memberiku semangat sebagaimana layaknya seorang qari` besar. Suatu hari Ustadz mendengar suaraku dari jauh. Ia berdiri dan membiarkan hingga bacaanku selesai. Sejak saat itu, ia lebih memperhatikanku. Karena ia melihat sebuah masa depan cerah telah menungguku. Aku ingat, ketika aku sedang mempelajari Al Quran, aku sering membacakan qira`ah di hadapan teman-temanku sekelas.
Semua itu telah menentukan jalan dan tujuan hidupku meskipun pada waktu itu aku masih sangat kecil. Dengan demikian, aku selalu menggunakan setiap kesempatan yang dapat meningkatkan mutu dan keahlianku dalam bidang Al Quran. Khususnya setelah aku menjadi seorang pemuda dan pamanku meninggal dunia. Aku harus bersandar kepada diri, ibu dan kakekku. Setiap kali aku mendengar ada seorang pembesar meninggal dunia dan salah seorang qari` kaliber dunia akan membacakan Al Quran di majelis ‘aza`nya, meskipun baru berusia 12 hingga 15 tahun, aku menghadiri majelis tersebut dengan tujuan mengambil pelajaran dari gaya qira`ahnya dan seandainya aku diundang dalam acara yang sama, aku sudah siap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi”.
b.Persaingan
Ustadz Jaudah Abus Sa’ud, Ustadz Sa’id Abdus Shamad Az-Zanati dan Syeikh Jumdi Az-Zamil adalah para qari` kaliber yang menjadi saingan Ustadz Syahhat. Akan tetapi, Syahhat muda dapat menyaingi mereka sehingga ia lebih dikenal di masyarakat luas. Itu semua terjadi sebelum ia berusia 20 tahun.
Permulaan karier Ustadz Syahhat adalah sebuah permulaan yang amat berat. Masa kecil yang seharusnya dipenuhi oleh kasih sayang seorang ayah, terpaksa ia jalani dengan keyatiman. Ia sudah harus bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup keluarganya meskipun usianya baru 15 tahun. Dengan demikian, ia menerima segala undangan yang datang kepadanya untuk mengisi di berbagai acara dan peringatan meskipun dengan upah yang sangat minim. Upah yang diterimanya tidak melebihi ¾ Junaih. Karena kadang-kadang ia harus menggunakan mobil untuk sampai ke tempat undangan yang memungut ongkos kira-kira 7 Junaih. Sisa upah yang diterimanya ia serahkan kepada kakek dan ibunya tercinta.
c.Masuk ke Radio
Pemuda yang namanya telah melambung ke angkasa itu pernah mendapat undangan dari wali kota Mayit Ghamar untuk mengisi di sebuah acara keagamaan yang dihadiri oleh Dr. Kamil Al-Buhi, pimpinan radio di Mesir. Hal itu terjadi pada tahun 1975.
Ia bercerita: “Aku memiliki sahabat yang bekerja di Majelis Permusyawaratan Kota Mayit Ghamar. Ia pernah berkata kepadaku: “Wali Kota mengundangmu untuk mengisi acara di acara pembukaan sebuah peringatan keagamaan yang akan diadakan di sebuah masjid di kota Mayit Ghamar dan dihadiri oleh para pejabat negara dan pimpinan radio”. Aku menerima undangan tersebut. Ketika Dr. Al-Buhi mendengar suaraku, ia berkata: “Dengan kemampuan yang Anda miliki ini, mengapa Anda tidak mendaftar untuk menjadi qari` di radio?”
Aku merasa terdorong untuk itu dan memenuhi formulir permohonan. Akhirnya, aku menerima surat yang berisikan tanggal ujian yang telah ditentukan. Aku datang kembali ke radio sesuai dengan tanggal yang telah ditentukan. Akan tetapi, dewan juri menyarankan kepadaku untuk mempelajari musik terlebih dahulu. Akhirnya, Mahmud Kamil dan Ustadz Ahmad Shidqi menyuruhku untuk mendaftar di sekolah musik. Setelah dua tahun aku berhasil mendalami ilmu musik, pada tahun 1979 aku diterima di radio”.
d.Berkunjung ke Berbagai Negara
Tidak ada satu benua pun yang belum pernah dikunjunginya. Ia banyak mengunjungi benua-benua di dunia pada bulan-bulan Ramadhan dari tahun 1985-1996. Berkali-kali Kementrian Wakaf Mesir mengutusnya untuk menghadiri undangan-undangan yang dikirimkan oleh negara-negara seperti Inggris, Amerika, Argentina, Spanyol, Prancis, Brazil, negara-negara yang berada di teluk Arab, Nigeria, Zeir, Kameron dan negara-negara Asia seperti Iran. Komentarnya berkenaan dengan kunjungan-kunjungan ini adalah “Dari kunjungan-kunjungan ini aku tidak mengharapkan kecuali ridha Allah dan kemenangan muslimin dengan mendengarkan ayat-ayat Al Quran”.
sumber:
www.al-shia.org