Pesona Iran yang Mendunia (1)
Warisan budaya setiap bangsa mencerminkan identitas historis dan sosial masing-masing bangsa. Untuk itulah perlindungan terhadap warisan kebudayaan dan peradaban setiap bangsa bermakna melindungi indentitasnya.
Iran selama ini dikenal sebagai bangsa yang memiliki peradaban dan kebudayaan kuno yang mendunia. Menurut sejumlah peneliti, di Iranlah manusia pertama yang menemukan cara membangun desa dan perumahan modern. Oleh karena itu Iran termasuk segelintir negara yang memiliki akar sejarah yang kuat, setidaknya telah memiliki peradaban sejak 5000 tahun silam. Hingga kini begitu banyak peninggalan bersejarah yang membuktikan kemilau peradaban dan kebudayaan Iran kuno yang masih bisa kita saksikan hingga kini. Tapi sayangnya sebagian tidak berada di Iran dan berpindah ke negara lain, terutama negara-negara Eropa.
Menengok sejarah, perang Salib, selain menimbulkan berbagai kerugian besar bagi bangsa-bangsa dunia juga menunjukkan jejak tapak kaki bangsa-bangsa Eropa di wilayah Asia, terutama di sekitar tepian timur laut Mediterania. Pasca kehancuran Dinasti Abbasiyah berbagai rombongan yang diutus Paus dan sejumlah pejabat Eropa bersama para misionaris Kristen memasuki wilayah Iran. Di abad 13, Marcopolo, seorang penjelajah sekaligus saudagar Eropa berlayar mengarungi lautan dan menembus sejumlah negara dunia. Dari arah Iran, Marcopolo menuju Cina dan setelah 20 tahun ia kembali ke Eropa melalui Iran.
Di zaman Hulagu Khan, Iran terutama Tabriz merupakan pusat perdagangan penting para saudagar Eropa. Sejak era Safavi, Iran memilih jalan lain dalam kebijakan politiknya untuk menghadapi ancaman para raja Ottoman yang mengklaim sebagai Khalifah umat Islam. Iran di era Safavi mendukung penyebaran ajaran Syiah yang berpadu dengan budaya Persia. Di sisi lain, Safavi snagat terbuka terhadap bangsa-bangsa lain. Pilihan ini membuka mata orang-orang Eropa yang bermusuhan dengan imperium Ottoman.
Orang-orang Eropa semakin tertarik mengunjungi Iran dan hubungan keduanya semakin meningkat di era Safavi. Berbagai rombongan diplomatik dan bisnis dari Eropa berdatangan ke Iran. Delegasi dari berragam negara seperti Portugal, Spanyol, Inggris, Belanda, Perancis dan Italia menjalin hubungan politik dan ekonomi yang erat dengan Iran. Jejak tersebut bisa dilihat dari berbagai laporan perjalanan para treveler dunia seperti Shirley bersaudara, Pietro Della Valle, Raphale du Mans, Tavernier, Chardin dan Adam Olearius.
Di era Qajar hubungan Iran dan Eropa semakin erat melebihi sebelumnya. Tapi amat disayangkan negara-negara Barat memanfaatkan hubungan itu untuk kepentingan imperialismenya demi menguasai sumber daya alam Iran yang melimpah. Kedutaan besar negara-negara Eropa bermunculan di Tehran. Selain hubungan politik, para saudagar dan pelancong semakin banyak berdatangan ke Iran. Selain memiliki keindahan alam pegunungan Alborz dan Zagros serta laut Caspia dan Teluk Persia, Iran juga memiliki tempat-tempat ziarah dan kekayaan yang tersimpan di perut bumi dari wariskan generasi sebelumnya, berupa warisan budaya benda dan tak benda yang sangat bernilai.
Sejak awal para saudagar dan pelancong Eropa matanya tertuju ke arah warisan budaya dan peradaban Iran. Kekayaan besar seperti Piala Emas yang ditemukan tahun 1337 Hs di bukit Hasanlo yang berada di wilayah barat Iran yang berusia lebih dari 6000 tahun silam. Piala emas Marlik yang dihiasi ukiran patung dua kerbau bersayap yang ditemukan di Rodbar, utara Iran merupakan warisan budaya yang diburu orang-orang Eropa.
Sejak itu, jejak sejarah penjarahan kekayaan Iran oleh bangsa-bangsa Eropa semakin jelas. Orang-orang Eropa berhasil mereka bawa lari "Harta Karun Shaigan". Harta karun ini ditemukan di era Mozaffar ad-Din Shah Qajar di Dahmah, Nahavand yang berada di wilayah barat Iran. Berbagai patung dan ribuan benda bersejarah lainnya yang bernilai tinggi hasil karya para seniman terkemuka di era imperium Persia kuno dalam bentuk perak dan emas di bawa lari ke Eropa.
Untuk pertama kalinya di abad 19 bersamaan dengan awal pemerintahan dinasti Qajar, orang-orang Eropa mengenal bagian penting dari sejarah dan kebudayaan Iran. Ketika itu, William Kenet Loftus, antropolog Inggris melakukan penelitian di sisa reruntuhan Shoush di tahun 1888. Kemudian warisan budaya berharga Iran itu dibawa ke Inggris.
Menyusul kemudian, Marcel Dieulafoy dari Perancis mendapatkan izin dari Naser ad-Din Shah untuk melakukan penelitian di Shoush. Setelah itu, rekan senegaranya, Jacques de Morgan melakukan penelitian dan penggalian di berbagai tempat bersejarah di Iran. Ia mengerahkan sekitar 1200 pekerja untuk menggali dan menemukan warisan budaya Iran yang masih berada di perut bumi negara itu. Setiap tujuh belas bulan sekali ia mengirimkan benda bersejarah yang ditemukannya ke Perancis. Tidak hanya itu, De Morgan juga membuat pameran hasil jarahannya di Paris yang merupakan salah satu dari bukti sejarah dunia dan jejak kebudayaan Iran. Salah satu di antara yang dipamerkan adalah jejak serangan imperium Persia ke Babilonia, termasuk Prasasti Hammurabi yang tersimpan hingga kini Musee du Louvre, Paris.
Orang-orang Perancis terus melanjutkan penyelidikan dan penggalian warisan budaya bersejarah Iran dan memindahkannya ke negara mereka. Kemudian orang-orang Inggris dan Amerika Serikat tidak mau ketinggalan mengunjungi Iran untuk melakukan hal yang sama dalam bentuk yang lebih besar dan masif. Penjarahan warisan budaya Iran oleh orang-orang Eropa dan AS terus berlanjut hingga mencapai puncaknya di era Pahlevi.Tapi pasca kemenangan revolusi Islam Iran di tahun 1979, aksi tersebut relatif bisa dihentikan dengan terjadinya penguatan di instansi warisan budaya.
Sejak berdirinya Republik Islam Iran, Dewan Revolusi melarang segala bentuk penggalian yang bermotif bisnis, tapi memberikan izin kepada pemerintah Iran untuk melakukan penyelidikan demi kepentingan ilmu pengetahuan. Sejak itu aktivitas tim arkeolog asing dihentikan.Tidak hanya itu, pemerintah Iran juga mengeluarkan larangan keluarnya seluruh benda warisan budaya ke luar negeri. Meski demikian, orang-orang serakah di luar negeri yang memanfaatkan orang-orang bayarannya di Iran masih melanjutkan penjarahan warisan budaya Iran secara sembunyi-sembunyi.
Dewasa ini penjarahan warisan budaya dan peradaban Iran oleh negara-negara Eropa dalam bentuk lain yang perlu mendapat perhatian. Kali ini warisan budaya tak benda Iran yang merupakan panji kebesaran budaya sekaligus identitas kebudayaan dan peradaban bangsanya, menjadi incaran orang-orang serakah. Amat disayangkan sejumlah negara berupaya menggunakan warisan budaya Iran demi kepentingan identitas negaranya. Sejumlah warisan budaya tak benda Iran seperti Chogan berulangkali diklaim milik sejumlah negara dunia.
Padahal berdasarkan dokumen bersejarah terpercaya dan valid dengan jelas menunjukkan warisan budaya tak benda itu milik Iran. Dan para peneliti yang objektif pun mengakuinya.Tidak hanya itu, sejumlah negara juga mengklaim para cendekiawan dan penyair Iran dan karya besarnya kini berada di luar negara itu sebagai warisan budaya mereka. Dan para cendekiawan dan penyair itu adalah harta berharga Iran yang tidak bisa dipalsukan maupun diklaim oleh negara manapun di dunia.
Sumber:
www.parstoday.com